Main-main ke Kota Tua : Celah Kosong diantara Hiruk-Pikuk
March 22, 2018Djakarte. |
Private Collection :) |
Februari kemarin, saya, suami dan teman-teman berkesempatan menghabiskan waktu selama 5 hari di Ibu kota. Yah.., Jakarta yang megah dan selalu membuat saya jatuh cinta sedikit demi sedikit. Kota yang menawan dan juga sedikit membuat ngilu. Kedua hal itulah yang membuat Jakarta dimata saya "menakjubkan".
Kota ini menurut saya lebih berani dan lebih bebas dari tempat-tempat yang pernah saya kunjungi. Penghuninya banyak, terlalu sering untuk saya mendapati ekspresi-ekspresi tajam, kehilangan, bebas, tangguh, sesal, tak peduli, yang ditunjukkan secara total. Di mata mereka saya melihat mereka sedang mengamati, menilai, mencibir, mengagumi, mengasihi, mengasihani, tak menganggap dan kosong sama sekali. Mereka lugas sekali berekspresi. Terlalu berani dan bebas. Saya suka itu.
Kota Tua.
Deretan gedung-gedung tua yang masih terawat, yang membuat mata saya seperti sedang menonton acara-acara televisi hitam-putih, juga nuansa klasik yang membuat saya kemudian melo total dan hanya memikirkan deret kata yang berjejal dikepala. Oh Tuhan, ini terlalu menggairahkan.
Cahaya redup dari matahari yang hampir tergelincir menghias langit dan seluruh ruang disekeliling saya, benar-benar membuat saya takjub. ya Allah kok ini terlalu wah. Pendar pink, biru, violet, oranye, kelabu dan entah apa lagi namanya, memenuhi semesta dan masuk menelusup ke dalam saya.
Lalu suasana mistis yang sedikit membuat bergidik dan mengacaukan pandangan pada hal-hal abstrak diluar nalar. Muncul sekali dua kali lalu berlalu ditelan pendar keemasan sinar lampu jalan yang selalu memesona. Lampu jalan dimanapun berpijaknya, selalu jadi pencuri perhatian. Di kota tua, mereka berdiri disepanjang sisi jalan dan di sela gedung-gedung putih gading. Dibawahnya ada pohon palem, tanaman hias dan teratai, juga rumput hijau yang tumbuh lebat menyelimuti beberapa sisi kosong yang tak diisi paving block.
Kota tua menyisakan ruang untuk sedikit hiruk pikuk, dibuatnya sepi menjadi tuan rumah yang berbaik hati. Hiruk pikuk yang bertamu, datang kemudian pergi. Yah, sepi menjadi yang berkuasa di sini. Dan saya sangat suka itu. Tetaplah temaram, sepi yang berbaik hati menerima dan menerbangkan pikir ke belantara semesta.
Saya mau pulang, besok kita lanjutkan cerita kota ini.
0 comments