Jari tengah saya pernah terkena plastik panas yang saya bakar secara sadar, keisengan anak SD di malam hari yang suka main api sungguhan. Hal pertama yang muncul dikepala saya adalah menyembunyikan kecerobohan saya, lelehan plastiknya mengendap sekian detik dikulit. Saya cari air, saya ingin menyembunyikan jari saya. Jarinya saya celupkan dalam gelas, tak ada gunanya. Saya menarik kembali jari saya dari gelas, lalu memperhatikannya. Kulitnya hilang dimakan plastik, bentuknya mengerikan. Saya menahan sakitnya lalu memilih menyembunyikan diri sekaligus dalam kamar. Saya tak pernah menceritakan ketololan itu hingga saat ini, memorinya melekat kuat dikepala. Setiap melihat bekas lukanya, saya bisa dengan sesuka hati menyaksikan adegan itu di layar kepala. Saya suka dengan anak itu, sebenarnya.
Mungkin ada banyak diluar sana yang senang dengan "menikmati ketakutannya sendiri".
Saya ingin mengatakan sebuah kebencian, hal yang selama ini saya hindari. Saya tidak ingin menuliskan itu, yah dulu saya berkata pada diri sendiri untuk menuliskan hal yang baik-baik saja. Saya ingin menuliskan kemarahan dengan kata yang baik-baik saja. Bahkan saat ini pun saya benci dengan kata "baik-baik saja". Sedikit muak.
Sebenarnya tak ada yang begitu peduli. Dan itu adalah sebuah jalan keluar yang sangat melegakan.
Berlama-lama berkonflik dengan banyak suara. Saya akan menjelaskannya disini. Agar kamu mengerti bahwa saya pernah sehilang ini. sangat hilang.
***
4 November.
Saya berdarah sangat banyak. Saya tidak takut dengan darah itu, sama sekali tidak. Satu-satunya hal yang menyayat saat itu adalah "Ketidak pedulian". Kengerian dengan banyaknya darah ternyata tidak ada apa-apanya dibanding dengan kata "tapi kak", "kok bisa". Saat itu saya berjanji akan mengubur perasaan seperti itu. Saya tidak akan lagi mau memakainya. Saya berjanji tidak akan mengeluarkan hal seperti itu pada orang lain.
Saya tahu siapa yang harusnya bertahan dan siapa yang tak boleh tinggal sama sekali. Malam itu saya berdarah dibanyak bagian.
5 November.
"Sempatkan diri mengurus umat dek".
Saya berdarah entah di titik yang keberapa lagi.
6 November hingga malam ini menginjak 13.
Saya benar-benar mengaku jatuh.. November, kamu berhasil menjatuhkan saya hingga tak berdaya. Menang banyak, Hingga saya tak punya apa-apa, benar-benar dikuliti. Terima kasih.
***
Ini masa yang besar. Mengalami pergolakan batin yang luar biasa. Yang secara sadar jatuh dalam kehilangan. Yang secara sadar menyerah padamu. Yang kembali memanggilmu dalam ruang paling privasi. yang semakin tahu bahwa memang aku tak mengenalmu. tapi dari segala yang tak kupunya, aku hanya bisa merasa memilikimu. Hanya kamu yang ada dalam ketiadaanku. Hanya kamu yang sanggup diajak berbicara, yang tanpa beban kupanggil-panggil tiada henti. Padamu aku mengatakan tidak tahu dan meracau seenaknya.
Kamu memanggilku, tapi aku tak pernah hadir secara utuh bersamamu. Hingga kamu dengan sayangnya menjatuhkanku, menarikku dari banyak sekali suara. Bahkan di kejatuhan inipun, utuh itu masih sangat jauh dari yang seharusnya kamu terima..
Saya sedang berusaha meninggalkan keramaian, memahami lebih dalam bahwa saya hanya memilikimu. terima kasih.